Glitter Words

Senin, 17 Mei 2010

>MRP dan Perencanaan Kebutuhan Bahan Manufaktur Just In Time

MRP dan Perencanaan Kebutuhan
Bahan Manufaktur Just In Time


MRP (MATERIALS REQUIREMENT PLANNING)
MRP (Material Requirement Planning / Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku) : suatu konsep dalam manajemen produksi / operasi yang membahas tentang cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan bahan baku dalam proses produksi, sehingga bahan yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang direncanakan.
 Permintaan Dependen, berarti bahwa permintaan satu produk berkaitan dengan permintaan untuk produk lainnya.
 MRP lebih baik diterapkan di manufaktur produk dependen.
 Teknik-teknik Statistik seperti EOQ lebih baik diterapkan untuk produk yang permintaannya independen
 Penggunaan model persediaan MRP yang efektif mengharuskan manajer operasi mengetahui hal-hal sebagai berikut :
(1) Jadual induk produksi (apa yang akan dibuat dan kapan akan dilakukan),
(2) Spesifikasi atau bill of material (bagaimana produk akan dibuat),
(3) Ketersediaan persediaan (apa yang ada di persediaan),
(4) Pesanan yang harus dipenuhi (apa yang dipesan),
 (5) Lead time (berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan berbagai komponen (waktu antara/menunggu)
 Jadual Induk Produksi (master production schedule): membuat spesifikasi mengenai apa yang akan dibuat dan kapan akan dibuat. Jadual ini harus sesuai dengan rencana produksinya yang mencakup berbagai input, seperti rencana anggaran, permintaan konsumen, kemampuan teknis, ketersediaan tenaga kerja.
 Spesifikasi Bill of Material/BOM (Daftar Material): merupakan sebuah daftar yang menspesifikasikan jumlah komponen, campuran bahan, dan bahan baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk.
 Arsip / Catatan Persediaan yang Akurat : diperlukan manajemen persediaan yang baik, agar sistem MRP dapat berhasil. Bila perusahaan belum mencapai keakuratan arsip (paling tidak 99 %), maka perencanaan kebutuhan bahan baku (MRP) ini belum berhasil.
 Pesanan Pembelian : pada saat pesanan pembelian dibuat, catatan mengenai pesanan itu dan tanggal pengirimannya harus tersedia untuk karyawan departemen produksi
 Lead Time untuk Setiap Komponen : karyawan departemen produksi menentukan waktu menunggu, bergerak, memasang, dan memproduksi untuk setiap komponen.
 MRP banyak digunakan sebagai teknik manajemen produksi / operasi terutama dalam lingkungan manufaktur, karena MRP menggunakan kemampuan komputer untuk menyimpan dan mengolah data yang berguna dalam menjalankan kegiatan perusahaan.
 Tujuan MRP :
(1) Meminimalkan persediaan dimana pembelian bahan dilakukan sebatas yang diperlukan saja
(2) Mengurangi risiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman
(3) Komitmen yang realistis, dimana jadual produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang dapat dilakukan secara lebih realistis
(4) Meningkatkan efisiensi, karena jumlah persediaan, waktu produksi dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan jadual induk produksi
 Kebanyakan sistem Perencanaan Kebutuhan Bahan Baku (MRP) itu terkomputerisasi, dimana analisis MRP bersifat langsung dan serupa antara sistem terkomputrisasi satu dengan yang lainnya. Jadual induk produksi, arsip persediaan dan pembelian, serta lead time untuk masing-masing merupakan pembentuk sistem perencanaan kebutuhan bahan baku.
 Manfaat MRP :
(1) Peningkatan pelayanan dan kepuasan konsumen,
(2) Peningkatan pemanfaatan fasilitas dan tenaga kerja,
(3) Perencanaan dan penjadualan persediaan yang lebih baik,
(4) Tanggapan yang lebih cepat terhadap perubahan dan pergeseran pasar,
(5) Tingkat persediaan menurun tanpa mengurangi pelayanan kepada konsumen.
 Proses MRP , kebutuhan untuk setiap komponen yang diperlukan dalam melaksanakan jadual induk produksi (master production schedule), dihitung dengan menggunakan prosedur sebagai berikut :
Proses MRP :
1. Netting, yaitu menghitung kebutuhan bersih dari kebutuhan kasar dengan memperhitungkan jumlah barang yang akan diterima, jumlah persediaan yang ada dan jumlah persediaan yang akan dialokasikan,
2. Konversi dari kebutuhan bersih menjadi kuantitas-kuantitas pesanan,
3. Menempatkan suatu pelepasan pemesanan pada waktu yang tepat dengan cara menghitung mundur (backward scheduling) dari wakltu yang dikehendaki dengan memperhitungkan waktu tenggang (lead time), agar dapat memenuhi pesanan komponen,
4. Menjabarkan rencana produksi produk akhir ke kebutuhan kasar untuk komponen-komponennya melalui daftar material (Bill of Material).

 Rencana kebutuhan bahan baku (MRP) tidak bersifat statis, melainkan bersifat dinamis karena sistem MRP dapat semakin teritegrasi ke dalam JIT ( Just In Time).
 Dinamika MRP : Daftar material (Bill of Material/BOM) serta rencana kebutuhan bahan baku dapat dirubah dengan cara mengubah rancangan, jadual dan proses produksi. Demikian pula perubahan yang terjadi dalam sistem MRP pada saat dibuat perubahan terhadap jadual produksi utama / jadual induk produksi. Tanpa memperhatikan penyebab perubahan, model MRP dapat dimanipulasi untuk merefleksikan perubahan-perubahan yang terjadi.
 MRP dan JIT : MRP dapat dianggap sebagai teknik perencanaan dan penjadualan kebutuhan bahan baku, sedangkan JIT (Just In Time) dapat dianggap sebagai cara untuk menggerakkan bahan baku yang dibutuhkan secara cepat.
 Integrasi MRP dan JIT : kedua sistem ini dapat diintegrasikan secara efektif melalui beberapa tahap, yaitu :
Tahap I : mengurangi paket MRP dari mingguan menjadi harian bahkan jam-jaman
(paket berarti unit waktu dalam sistem MRP)
Tahap II : rencana penerimaan yang menjadi bagian rencana pemesanan
perusahaan dalam suatu sistem MRP dikomunikasi kan melalui area perakitan
untuk tujuan produksi dan digunakan pada produksi berurut.
Tahap III : persediaan (inventory) bergerak dalam pabrik berdasarkan sistem JIT.
Tahap IV : pada saat produk selesai diproduksi, produk dipindahkan ke persediaan
seperti biasa (sistem MRP)
Tahap V : menggunakan sistem back flush untuk mengurangi saldo persediaan.
 Back Flush : berarti penggunaan bill of material (daftar material) untuk mengurangi persediaan, berdasarkan pada penyelesaian produksi suatu produk.
 Manfaat Integrasi MRP dan JIT :
1. Penggabungan sistem MRP dan sistem JIT di dalam pabrik akan memberikan manfaat yang terbaik dari keduanya
2. Penggabungan ini menghasilkan jadual utama / jadual induk produksi yang baik
3. Adanya kebutuhan persediaan yang akurat dari sistem MRP
4. Terlihat adanya penurunan persediaan barang dalam proses karena penggunaan sistem JIT
5. Sistem MRP sangat efektif dalam mengurangi persediaan

MRP dalam Industri Jasa
 Permintaan atas komponen dari banyak layanan jasa (seperti pembuatan dapur umum di perusahaan, rumah sakit dan restoran) adalah bersifatnya dependen, sehingga model MRP dapat diterapkan secara luas dalam jaringan distribusi.
 Pada jaringan distribusi (seperti toko eceran), manajer operasi harus menjaga agar salurannya terus menerima pasokan barang.
 Perencanaan Sumber Daya Distribusi (Distribution Resource Planning / DRP) : merupakan rencana pemulihan stok yang terfase waktunya untuk semua tingkat jaringan distribusi. DRP ini prosedur dan logikanya sama dengan MRP.
 Data dan informasi yang diperlukan dalam DRP :
(1) kebutuhan bruto, yang jumlahnya sama dengan perkiraan permintaan atau
ramalan penjualan,
(2) tingkat persediaan minimal untuk memenuhi permintaan konsumen,
(3) waktu antara/tenggang (lead time) yang akurat,
(4) definisi dari struktur distribusi (struktur DRP)

PERENCANAAN KEBUTUHAN BAHAN MANUFAKTUR JUST IN TIME

JIT disebut sebagai suatu filosofi karena jangkauannya jauh diluar pengendalian inventori dan mengarahkan system produksi pendekatan untuk menemukan cara menghilangkan semua sumber pemborosan, segala sesuatu yang tidak menambah nilai, di dalam kegiatan produksi dengan menyajikan sku cadang yang tepat pada tempat yang tepat dan pada waktu yang tepat pula. Oleh karena itu, suku cadang diproduksi dengan tepat waktu untuk memenuhi kebutuhan manufaktur. Sedangkan pendekatan tradisional akan menghasilkan suku cadang hanya kalau mereka dibutuhkan ( Just In Case ). System JIT ini tidak banyak menghasilkan inventori, namun biaya lebih rendah dan kualiatas lebih baik daripada pendekatan JIC.

Filosofi JIT
System JIT dikembangkan di Toyota Motor Company di Jepang. Meskipun Schonberger (1982 ) mengisyaratkan bahwa JIT mungkin telah ada sejak 20 tahun lalu atau lebih dalam industry galangan kapal Jepang, namun aplikasi modern JIT dipopulerkan pada pertengahan tahun 1970an di Toyota oleh Mr.Taiichi Ihno, wakil presiden Toyota. Konsep JIT mula-mula dibawa ke Amerika Serikat sekitar tahun 1980 di pabrik Kawasaki di Lincoln, Nebraska. Sejak itu, hamper semua perusahaan – perusahaan yang bergerak dalam bidang industry otomotif dan elektronik, JIT secara l;uas telah banyak digunakan di industry Amerika sekarang ini.

Disini ditekankan penggunaan JIT untuk manufaktur berulang, kira-kira hampir sama dengan produksi masal. Manufaktur berulang adalah membuat produk dengan cermat dan sesuai dengan tandar dalam volume besar. Namun, beberapa konsep JIT juga bias diaplikasikan pada produksi bagian kerja, yang sifatnya tidak berulang. Namun demikian, aplikasi utama JIT dewasa ini adalah pada industry repetitive : mobil, elektronik, mesin, peralatan, sepeda motor.

ELEMEN SISTEM JIT

Di dalam JIT jadwal induk (atau jadwal perakitan akhir) dirancang untuk suatu periode waktu tertentu, katakanlah 1 hingga 3 bulan untuk masa yang akan datang, sehingga dapat memberikan kesempatan kepada pusat kerja dan para penyuplai untuk merencanakan jadwal kerja mereka. Selama masa itu jadwal induk ditentukan secara harian. Dengan kata lain, kuantitas yang sama pada setiap produk dihasilkan setiap hari dalam seluruh waktu pada bulan itu. Lebih jauh lagi, lot kecil (terutama ukuran lot yang sama dengan 1) dijadwalkan dalam jadwal induk untuk memberikan muatan yang sama pada pabrik dan penyuplai untuk setiap harinya. Keuntungan dari penjadwalan induk semacam ini adalah bahwa jadwal ini memperlihatkan permintaan yang nyaris konstan pada semua pusat kerja dan penyuplai.

JIT menggunakan suatu sistem penarikan suku cadang yang sederhana (yang disebut Kanban) untuk menarik suku cadang dari satu pusat kerja ke pusat kerja lainnya. Suku cadang itu disimpan dalam kontainer kecil, dan hanya sejumlah kecil dari kontainer ini yang disediakan. Jika semua kontainer itu terisi, mesin ditutup dan tidak ada lagi suku cadang yang diproduksi hingga pusat kerja selanjutnya (yang digunakan) menyediakan kontainer kosong lainnya. Jadi, inventori barang dalam proses hanya terbatas pada kontainer yang tersedia, dan suku cadang hanya disediakan jika diperlukan. Jadwal perakitan akhir menarik suku cadang dari satu pusat kerja ke pusat kerja lainnya tepat pada waktunya untuk mendukung kebutuhan produksi. Jika sebuah proses berhenti karena mesin rusak atau masalah kualitas, semua proses sebelumnya akan berhenti secara otomatis pada saat kontainer suku cadang mereka menjaii penuh.

Tujuan dari JIT ini adalah menghasilkan suku cadang dalam ukuran lot 1. Dalam banyak hal, metode ini secara ekonomis tidak layak karena adanya biaya setup yang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya penyimpanan inventori. Solusi JIT pada masalah ini adalah mengurangi waktu setup seminimal mungkin, dan kalau bisa hingga nol. Waktu setup tidak dihabiskan sebanyak waktu yang tersedia, namun dianggap sebagai suatu penyebab inventori yang berlebih. Waktu setup yang rendah akan menghasilkan ukuran lot yang kecil dan ekonomis dan waktu tunggu produksi yang lebih pendek. Pengurangan waktu setup mesin merupakan kunci dari sistem JIT. Dengan waktu tunggu yang lebih pendek dan bahan yang lebih sedikit dalam proses, sistem produksi juga akan lebih fleksibel sehingga dapat mengikuti perubahan di dalam jadwal induk. Dengan penekanan pada perubahan yang cepat dan lot yang kecil, dibutuhkan pekerja yang multi-fungsi. Pelatihan silang dibutuhkan sehingga seorang pekerja bisa beralih tugas dari satu mesin ke mesin lainnya sehingga para pekerja dapat melaksanakan setup dan perawatannya sendiri. Hal ini membutuhkan ketrampilan yang lebih luas dibanding dengan manufaktur tradisional. JIT tidak hanya membutuhkan ketrampilan yang luas, namun juga koordinasi dan kerja tim yang lebih besar karena invenori tidak mampu mengatasi semua masalah dalam sistem.

Sistem produksi secara keseluruhan harus dikoordinasikan secara erat oleh para pekerja. Tata letak pabrik sangat berbeda dengan JIT karena inventen ditempatkan dalam shop floor dan bukan di gudang di antara proses. Inventori ditempatkan di ruang terbuka, sehingga siàp untuk masuk ke proses berikutnya. Karena inventori biasanya tidak banyak — hanya beberapa jam (atau hari) suplai pabrik bisa dalam ukuran yang lebih kecil karena berkurangnya ruang penyimpan yang dibutuhkan. Satu perbandingan memperlihatkan hanya sepertiga ruang pabrik yang dibutuhkan jika dibanding dengan pabrik konvensional. Kualitas jelas sangat penting dalam sistem JIT. Cacat tidak hanya
mengakibatkan pemborosan, tetapi juga bisa membuat proses produksi berhenti. Karena tidak ada inventori yang dapat menutupi kesalahan, maka kualitas yang sempurna dibutuhkan oleh sistem JIT. Namun demikian, JIT bisa menyediakan kualitas yang sangat baik karena cacat akan segera ditemukan dalam proses selanjutnya. Masalah kualitas dengan cepat memperoleh perhatian pada seluruh pabrik karena lini produksi akan berhenti bila masalah tersebut terjadi.

Sistem JIT dirancang untuk menyingkapkan kesalahan dan memperbaikinya, bukan menutupinya dengan inventori. Akhirnya, hubungan dengan penyuplai berubah sama sekali dalam system JIT. Para penyuplai diminta untuk melakukan pengiriman yang teratur (sekitar empat kali setiap harinya) langsung ke lini produksi. Para penyuplai menerima kontainer Kanban, seperti halnya yang terjadi di dalam pusat kerja pabrik, karena para penyuplai dipandang sebagai suatu perluasan pabrik.

Sering kali diperlukan perubahan dalam prosedur pengirima dan hubungan yang erat dengan penyuplai untuk mengintegrasikan para penyuplai secara efektif dengan prosedur JTT. Para penyuplai juga dituntut untuk mengirim kualitas barang yang sempurna. Dibutuhkan suatu perubahan yang drastis sedemikian rupa sehingga kita terbiasa untuk menganggap penyuplai sebagai mitra usaha, bukan sebagai musuh.

Seperti dapat dilihat, JIT praktis mempengaruhi setiap aspek operasi pabrik: pengukuran lot, penjadwalan, kualitas, tata letak, penyuplai, hubungan dengan tenaga kerja, dan sebagainya. Sementara pengaruhnya menjalar ke berbagai pelosok tempat, begitu juga dengan manfaat potensialnya. Penyimpanan berputar 50 atau 100 kali setiap tahun, kualitas unggul, dan penghematan biaya besar (berkurang dari 15 hingga 25 persen) telah dilaporkan. Akan tetapi, tujuan JIT adalah meningkatkan laba atas investasi (ROI)

1 komentar:

  1. makasih ya...bhnnya sngt membantu saya dlm menyelesaikan tugas...thank's..gbu

    BalasHapus