Glitter Words

Jumat, 14 Mei 2010

Ketertutupan Pajak, Awas "Gayus" Baru!

Ketertutupan Pajak, Awas "Gayus" Baru!

KOMPAS.com -

Ketertutupan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan yang hingga kini tidak bisa diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK, khususnya terkait sisi penerimaan pajak, diperkirakan tidak akan menutup peluang munculnya Gayus-Gayus baru di masa datang.
Pengetahuan kami (soal pajak) nol. Yang tahu penerimaan pajak itu hanya Dirjen Pajak dan Tuhan.

Oleh sebab itu, satu-satunya jalan untuk mencegah munculnya Gayus-Gayus baru dan dilaksanakannya secara sungguh-sungguh reformasi birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan adalah keterbukaan bagi BPK untuk melakukan audit terhadap basis data penerimaan pajak di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan tersebut.

Hal itu diungkapkan mantan Ketua BPK Anwar Nasution saat ditelepon Kompas, Jumat (14/5/2010). Ia dimintai pendapat mengenai pelaksanaan reformasi birokrasi di Ditjen Pajak Kementerian Keuangan pasca munculnya kasus pegawai Ditjen Pajak Gayus HP Tambunan, yang diduga terlibat dalam praktik mafia pajak dan mafia hukum di Kepolisian Negara RI.
"BPK tidak memiliki Informasi yang lengkap tentang pajak. Pengetahuan kami nol. Yang tahu penerimaan pajak itu hanya Dirjen Pajak dan Tuhan. Semua lembaga tinggi negara tidak ada yang tahu. Ini karena keterbukaan informasi yang sangat minim dari Ditjen Pajak," tandas Anwar.

Anwar menyatakan, "Itulah mengapa, waktu dulu, saya selaku Ketua BPK melaporkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ke Polri karena tidak mau membuka ketertutupan informasi penerimaan pajaknya."

Menurut Anwar, upayanya agar Ditjen Pajak tidak tertutup dilakukan dengan mengirim surat kepada pimpinan DPR yang berisi permintaan BPK agar DPR memasukkan usulan perombakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Dikatakan Anwar, Pasal 34 KUP merupakan pasal yang menghambat pemeriksaan BPK atas Ditjen Pajak. Pasal tersebut mengharuskan adanya izin Menteri Keuangan jika BPK berniat mengaudit masalah tertentu di Ditjen Pajak. Padahal Menkeunya tidak pernah mengizinkan. Alasannya, waktu itu, informasi pajak masuk kategori rahasia sehingga tidak boleh diaudit. Yang boleh diaudit hanya anggaran Ditjen Pajak.

BPK berlapis-lapis

Di tempat terpisah, Sekretaris Jenderal (Sekjen) BPK Dharma Bakti menegaskan, BPK termasuk pelopor dalam melaksanakan reformasi birokrasi, yang hingga kini pelaksanaannya dinilai paling baik. Oleh sebab itu, Dharma Bakti optimis di lembaganya tidak akan terjadi jual-beli hasil audit yang dilakukan oleh para auditor BPK.

Tak hanya tunjangan remunerasi yang nilainya cukup besar sekarang ini diberikan dan akan meningkat lagi jumlahnya, akan tetapi juga berlapis-lapisnya sistem dan cara yang diterapkan BPK untuk mengawasi para auditor BPK bekerja. "Kami yakin, di BPK, tidak akan muncul kasus-kasus seperti Gayus," tandas Dharma Bakti.

Dikatakan Dharma Bakti, upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan hasil pemeriksaan oleh pegawai dan auditor BPK, diakui sekarang ini semakin sulit. Mulai dari pembentukan tim kerja, dan bukan bekerja perorangan, biaya auditor yang ditetapkan sesuai standar umum dan khusus untuk menjalankan pemeriksaan, jaminan asuransi bagi auditor, hasil audit yang diperiksa lagi secara berlapis oleh tim pengendali dan lainnya, kertas kerja hasil pemeriksaan yang harus dilampirkan oleh auditor untuk diperiksa lagi. "Sampai pemeriksaan atau audit kembali oleh BPK negara lain sehingga peluang itu kecil sekali akan muncul," kata Bharma Bakti.

Selain itu, lanjut Dharma Bakti, masih adanya mekanisme pengaduan dari pihak luar kepada inspektorat jenderal (irjen) BPK atas perilaku auditor BPK, ditambah dengan adanya kode etik yang dimiliki auditor BPK sehingga setiap pelanggaran kode etik itu akan disidangkan oleh Majelis Kehormatan Kode Etik (MKKE).

Mantan Kepala Sub Auditor BPK Kalimantan Barat, yang kini menjadi Kepala Bagian Publikasi dan Layanan Informasi BPK Gunarwanto, juga mengakui semakin kecilnya auditor BPK di lapangan yang menerima uang, makanan dan bahkan menerima tawaran rayuan lainnya seperti dulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar