Glitter Words

Minggu, 09 Januari 2011

Inilah 10 Kabar Buruk Soal Ekonomi ala SBY

Inilah 10 Kabar Buruk Soal Ekonomi ala SBY

Presiden SBY. Foto: Koran SI JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan ada 10 berita buruk (bad news) yang akan dihadapi Indonesia dalam menghadapi pertumbuhan ekonomi ke depannya. Ke-10 hal ini akan menjadi tantangan ekonomi bagi Indonesia.

"Sekarang kita masuk dalam bad news-nya. Bukan apa-apa, untuk memacu kita berbuat lebih baik lagi. Ini adalah 10 tantangan utama," kata SBY saat memberikan pengantar dalam acara Rapat Kerja tentang Pelaksanaan Program Pembangunan tahun 2011 di Plenary Hall, Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta, Senin (10/1/2011).

Pertama, terjadinya inflasi kenaikan harga, pangan, dan energi. Kedua, APBN yang dikelola dengan baik agar aman, dan sustain mengalami permasalahan dan tekanan, yaitu angka subsiidi yang besar.

"Oleh karena itu, ke depan subsidi harus lebih tinggi lagi. Kemudian permasalahan lain sudah dialokasikan perbelanjaan modal yang belum optimal dan benar belum mencapai 100 persen. Ini menyebabkan stimulasi pertumbuhan dan belum capai titik optimal," katanya.

Ketiga, masih kurangnya infrastruktur termasuk listrik, untuk memenuhi kebutuhan pembangunan Indonesia. Infrastruktur listrik itu diperlukan untuk pembangunan Indonesia.

Keempat, meskipun telah mengalami perbaikan, masih ada hambatan terhadap investasi di seluruh Tanah Air, terutama dari segi perizinan dan kepastian hukum.

Kelima, penyimpangan dan korupsi masih saja terjadi. Harus kita akui termasuk korupsi kolusi di pemerintahan pusat maupun daerah. Termasuk kolusi di sektor perpajakan.

Keenam, sejumlah praktek usaha pertambangan dan kehutanan masih merusak lingkungan. "Saya minta gubernur untuk lebih keras terhadap perusahaan pertambangan yang lalai, saya akan datang untuk melihat," tegasnya.

Ketujuh, money politik makin berkembang. Fenomena politik uang tampak berkembang kalau dibiarkan akan mencederai demokrasi dan martabat.

Kedelapan, sejumlah kewajiban pelayanan kepada rakyat belum berjalan baik, antara lain di bidang pendidikan, kesehatan, serta pelayanan terhadap kaum marjinal.

Kesembilan, perlindungan dan bantuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) masih memiliki kekurangan dan kelemahan mulai dari daerah, pusat, dan luar negeri (LN).

Kesepuluh, sejumlah daerah dan jajaran pemerintah pusat (pempus) masih belum memiliki kesiapan kesiaagaan dan kesigapan di dalam mengatasi bencana alam. "Padahal daerah kita rawan dengan bencana," ungkapnya.(ade)

Selasa, 04 Januari 2011

kecurangan dalam audit

Kecurangan harus dibedakan dengan kesalahan
• Kesalahan (error) dapat dideskripsikan sebagai suatu yang tidak disengaja dan ini dapat terjadi dalam setiap tahap pengelolaan transaksi
• Kecurangan (fraud) adalah kesalahan yang disengaja
Auditor tertarik pada pencegahan, deteksi dan pengungkapan kesalahan karena alasan:
1. Eksistensi kesalahan dapat menunjukkan bahwa catatan akuntansi kliennya tidak dapat dipercaya
2. Apabila pengujian ketaatan (compliance test) menunjukkan sejumlah kesalahan, auditor tidak dapat mempercayai pengendalian intern
3. Apabila kesalahan cukup material, dapat mempengaruhi kebenaran(truth), dan kewajaran(fairness) atas laporan keuangan.
Kecurangan (fraud) digunakan untuk berbagai perbuatan dosa termasuk:
1. Kecurangan dengan cara penipuan untuk mendapatkan keuntungan keuangan yang ilegal
2. Pernyataan salah yang disengaja dalam penghilangan jumlah atau pengungkapan dari catatan akuntansi atau laporan keuangan
3. Pencurian (theft)
Penyebab terjadinya kecurangan
• Penyebab umum;
– Penyembunyian (concealment)
– Kesempatan / peluang
– Motivasi
– Daya tarik
– Keberhasilan
• Penyebab sekunder
– Pengendalian yang lemah
– Hubungan antara pemberi kerja dengan pekerja jelek
– Balas dendam (revenge)
– Tantangan (challenge)

Beberapa contoh yang mengungkap ketidakberesan
– Modal kerja yang tidak cukup
– Perputaran yang cepat dalam posisi keuangan
– Biaya perjalanan yang berlebihan
– Pemindahan dana antar divisi atau afiliasi
– Perubahan auditor luar
– Biaya konsultan yang berlebihan
– Ratio finasial menurun
– Benturan kepentingan
– Penurunan kinerja
– Kesulitan penagihan
– Laporan terlambat
– Pengendalian manajemen oleh sedikit orang, dsb
Karakteristik Pribadi
Beberapa prilaku pribadi yang memerlukan pengamatan ketat:
• Hutang pribadi / kerugian keuangan yang besar
• Biaya hidup mahal
• Perjudian
• Investasi yang besar
• Masalah pribadi
• Hubungan yang dekat dengan pelanggan
• Kerja lembur yang berlebihan
• Cuti yang berlebihan
• Perasaan dibayar tidak sebanding dengan tanggung jawabnya, dsb
Praktik praktik kecurangan yang umum:
– Tidak mencatat pendapatan
– Menyembunyikan penagihan piutang
– Pencurian material
– Pengalihan sekuritas
– Pemalsuan dokumen pengeluaran
– Penyalahgunaan dana kas kecil
Kecurangan dan tanggung jawab auditor
• Pencegahan kecurangan
– Merupakan tanggung jawab manajemen, auditor intern hanya bertanggung jawab untuk menguji dan menilai kecukupan dan efektifitas tindakan manajemen
• Deteksi dan penemuan kecurangan
– Auditor intern harus mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kecurangan dan dapat mengidentifikasi kemungkinan terjadi kecurangan
Tanggung jawab auditor intern dalam area pengendalian kecurangan:
1. Dalam penelaahan sistem, membantu menilai sejauh mana pencegahan dan penemuan kecurangan dipertimbangkan dengan wajar
2. Berjaga jaga terhadap kemungkinan kecurangan dalam penelaahan aktivitas operasional dan penilaian konstruktif atas kemempuan manajerial
3. Membantu pihak lain yang diberi tanggung jawab penyelidikan kecurangan aktual
4. Melaksanakan penugasan khusus yang berhubungan dengan kecurangan bila diminta
Tanggung jawaban auditor ekstern:
• Audit umum (general audit) yang dilakukan untuk memberikan opini / pendapat atas laporan keuangan, tidak didesain untuk mengungkapkan ketidakberesan.
• Tanggung jawab auditor ekstern untuk kegagalan mendeteksi kecurangan timbul hanya apabila tidak mentaati standar auditing yang berlaku umum
• Berdasarkan statement on auditing standards (SAS) no 16 yang menyatakan:
“Auditor independend mempunyai tanggung jawab dengan keterbatasan yang melekat pada proses auditing, untuk merencanakan pengujian dan mencari kesalahan / ketidakberesan yang berpengaruh secara material atas laporan keuangan dan melakukan kemahiran secara profesional secara cermat dan seksama.”

Curriculum Vitae



Personal Detail
Full Name :Yuni Tri Hartati
Sex :Female
Place, Date of Birth :Jakarta,June 2nd, 1989
Nationality :Indonesia
Marital Status :Single
Height, Weight :160, 48 kg
Health :Perfect
Religion :Moeslim
Address :Kepodang no. 228 L South Jakarta 12850
Mobile :085716009710
Phone :021 - 92234233
E-mail :Rha_yoi@yahoo.com

Educational Background

1995 - 2001 Manggarai Elementary School, Jakarta
2001 - 2004 Junior High School 33, Jakarta
2004 - 2007 Satya Bhakti Senior High School, Jakarta
2007 - 2011 University of Gunadarma, Jakarta

Course & Education

2009 Personal Income Taxes
2010 Capital Market

Qualifications

Computer Literate (MS Word, MS Excel, MS Power Point, MS Access, MS Outlook).
Internet Literate.

Jakarta, January 4, 2011


Yuni Tri Hartati

Kelompok 1 “ Blopal – Union Carbide “

Tugas Kelompok Kelompok 1 “ Blopal – Union Carbide
On April 24,1985,Warren M.anderson,the sixty-three-year-old chairman of Union Carbide disappointing announcement to angry stockholders at their annual meeting in Danbury, connecticut. Anderson, who had been jailed briefly by the government of India on charges of “negligence and criminal corporate liability”, had been devoting all his attention to the company’s mushrooming problems. His announcement concerned the complete breakdown of negotations with officials in the Indian government: they had rejected as inadequate an estimated $200 million in compensation for the deaths of $2,000 people and the injuries of 200,000 others, which had been caused in December 1984 by a poisonous leak of methyl isocyanate gas from a Union Carbide pesticide plant located in Bhopal, India. In the wake of more than $35 billion in suits filed againts the company’s liability coverage, reported to total only about $200 million, the company’s stock tumbled. Angry stockholders filed suit, charging that they had suffered losses of more than $1 billion because the company’s managers had failed to warn them of the risks at the Indian plant. Analysts predicted the company would be forced into bankruptcy. Ironically,the union Garbide plant in Bhopal had been losing money for several years and Anderson had considered closing it.
The deadly methly isocyanate gas that leaked from the union carbide plant is a volatile and highly toxic chemical used to make pesticides. It is 500 times more poisonous than cyanide,and it reacts explosively with almost any substance,including water. Late on the nigth of December 2,1984,the methly isocyanate stored in a tank at the bhopal factory started boiling violently when water or some other agent accidentally entered the tank. A cooling unit that should have switched on automatically had been disable for at least a year. Shakil Qureshi,a manager on duty at the time,and Suman dey,the senior operator on duty,both distrusted the initial readings on the their gauges in the control room “instruments often didn’t work,”Qureshi sais later.”they got corroded,and crystals would form on them.
By 11:30 p.m,the plant work eyes were burning. But the workers remained unconcerned because, as they later reported,minor leaks were common at the plant and were often first detected in this way.many of the iliterate workes were unaware of the deadly properties of the chemical.not until 12:40 a.m as workes began choking on the fumes,did they realize something was drastically wrong.five minutes later,emergency valves on the storage tank exploded and white toxic gas began shooting out of pipestack and drifting toward the shantytowns downwind from the plant.An alarm sounded as manager dey shouted into the factory loudspeaker that a massive leak had erupted and the workers should flee the area. Meanwhile, qureshi ordered company fire trucks to spray the escaping gas with water to neutralize the chemical. But water pressure was too low to reach the top of the 120 foot high pipestack. Dey then rushed to turn on a vent scrubber that should have neutralized the escaping gas with caustic soda. Unfortunately, the scrubber had been shut down for maintance fifteen days earlier. As white clouds continued to pour out of the pipestack, qureshi shouted to workers to turn on a nearby flare tower to burn off the gas. The flare, however, would not go on because its pipes had corroded and were still being repaired.
Panicked workers poured out of the plant, and the lethal cloud settled over the neighbouring shantytowns of Jaipraksh and chola. Hundreds died in their beds, choking helpessly in violent spasms as their burning lungs filled with fluid. Thousands were blinded by the caustic gas, and thousand of others suffered burns and lesions in their nasal and bronchial passages. When it was over, at least 2000 lay dead and 200.000 were injured. The majority of the dead were. Squatters who had illegary built huts next the factory. Surviving residents of the slums, most of them illiterate, declared afterward that they had built their shacks there because they did not understand the danger and thought the factory made healty “ medicine for plants “.
Union carbide managers from the united states built the Bhopal plant in 1969 with the blessing of the Indian government, which was anxious to increase production of the pesticides it desperately needed to raise food for India’s huge population. Over the next fifteen years, pepticides enabled India to cut its annual grain iosses from 25 percent to 15 percent, a saving of 15 milion tons of grain, or enough to feed 70 milion people for a full year. Indian officials willingly accepted the technology, skills, and equipment that Union Carbide provided, and Indian workers were thankful for the company jobs, without wich they would have had to beg or starve, as India has no welfare system. In return, India offered the company cheap labor, low taxes and few laws requiring expensive enviomental equipment or custly workplace protections. In comparison with other factories in India, the Union Carbide plant was considerer a model, law-abiding citizen with a good safety record. Said a government official : “ they never refused to install what we asked “.
At the time of the disaster, the pesticide plant in Bhopal was operated by Union Carbide India. Ltd., a subsidiary of the Union Carbide Corporation of Danbury, Connecticut, which had a controlling interest of 50.9 percent in the India company. The board of directors of Union Carbide India Ltd., included one top manager from the parent Union Carbide Corporation in the United States and four manager from another Union Carbide subsidiary, based in Hongkong. Reports from the Indian company were regulary reviewed by the managers in Danbury, who had the authority to exercise financial and technical control over Union Carbide India Ltd., although day-to-day details were left to the Indian managers, the American manager controlled budgets, set major policies and issued technical directive for operating and maintaining the plant.
Before the tragedy, the Indian subsidiary had been doing poorly. In an effort to contain annual losses of $4 million from the unprofitable plant local company managers had intiated several cost cutting programs. Only a year before, the number of equipment operators on each shift had been reduced from twelve to five ; morale dropped and many of the best operators quit and were replaced with workers whose education was bellow that required by company mauals. Although Warren Anderson and other Union Carbide Corporation ( U.S ) managers insisted that responsibility for the plant’s operations rested with the local Indian managers, they hastened to say that all cost-cutting measures had been justified.
Two years before the disaster, the American managers had sent three engineers from the United States to survey the plant and as a result, had told the Indian managers to remedy ten major flaws in safety equipment and procedures. The Indian managers had written back that the problems were corrected. “ we have no reason to believe that what was represented to us by Union Carbide India Ltd., did not in fact occur, “ said the U.S managers. The U.S managers had considered closing the failing plant a year earlier, but Indian city and state offials had asked that the company remain open to preserve the jobs of thousands of workers in the plant and independent local industries.
Quitions :
1. What were the ethical issues raised by this case ?
2. Did the legal doctrine of “ limited liability “ apply to protect the shareholders of Union Carbide Corporation ( U.S ) ?
3. Were the Indian operations, which were being overseen by the managers of Union Carbide Corporation ( U.S ) in compliance with legal or moral or ethical standards ?
Translate Indonesia …
Pada bulan April 24,1985, Warren M.anderson, ketua enam puluh tiga tahun pengumuman Union Carbide mengecewakan kepada pemegang saham marah pada pertemuan tahunan mereka di Danbury, Connecticut. Anderson, yang telah dipenjara sebentar oleh pemerintah India atas tuduhan “kelalaian dan tanggung jawab pidana korporasi”, telah mencurahkan semua perhatiannya terhadap masalah perusahaan menjamurnya pengumuman menyangkut rincian lengkap negotations dengan pejabat di pemerintah India: mereka telah ditolak sebagai tidak memadai sekitar $ 200 juta sebagai kompensasi atas kematian orang $ 2.000 dan luka-luka 200.000 orang lain, yang disebabkan pada bulan Desember 1984 oleh seorang beracun kebocoran gas metil isocyanate dari sebuah pabrik pestisida Union Carbide yang terletak di Bhopal, India. Dalam bangun lebih dari $ 35 miliar di jas mengajukan versus cakupan kewajiban perusahaan, melaporkan terhadap total hanya sekitar $ 200 juta, saham perusahaan merosot. Marah pemegang saham mengajukan gugatan, pengisian bahwa mereka telah menderita kerugian lebih dari $ 1 miliar karena manajer perusahaan telah gagal untuk memperingatkan mereka dari risiko di pabrik India. Para analis memperkirakan perusahaan akan dipaksa menjadi bangkrut. Ironisnya, serikat Garbide pabrik di Bhopal telah kehilangan uang untuk beberapa tahun dan Anderson dianggap menutupnya.
Gas isosianat mematikan methly yang bocor dari pabrik serikat karbida adalah bahan kimia yang mudah menguap dan sangat beracun digunakan untuk membuat pestisida. Hal ini 500 kali lebih beracun dari sianida, dan bereaksi eksplosif dengan hampir semua zat, termasuk air. Akhir pada nigth Desember 2,1984, yang methly isosianat disimpan dalam sebuah tangki di pabrik Bhopal mulai mendidih hebat ketika air atau beberapa agen lainnya sengaja masuk tangki. Unit pendingin yang seharusnya diaktifkan secara otomatis telah menonaktifkan setidaknya setahun. Shakil Qureshi, seorang manajer bertugas pada waktu itu, dan dey Suman, operator senior yang bertugas, kedua tidak mempercayai pembacaan awal pada alat pengukur mereka di ruang kontrol “instrumen sering tidak berhasil,” sais Qureshi nanti “mereka dapatkan. berkarat, dan kristal akan membentuk mereka.
Dengan 11:30 p.m, mata tanaman pekerjaan terbakar. Tetapi para pekerja tetap tidak peduli karena, seperti mereka kemudian melaporkan, kebocoran kecil yang umum di pabrik dan sering pertama kali terdeteksi pada ini way.many dari workes iliterate tidak menyadari sifat mematikan chemical.not sampai 0:40 sebagai workes mulai tersedak asap, apakah mereka menyadari ada sesuatu yang drastis wrong.five menit kemudian, darurat katup pada tangki penyimpanan meledak dan gas beracun putih mulai menembak dari pipestack dan drifting terhadap kumuh melawan arah angin dari plant.An alarm berbunyi sebagai manajer dey berteriak ke loudspeaker pabrik yang bocor yang besar telah meletus dan para pekerja harus lari daerah tersebut. Sementara itu, Qureshi memerintahkan perusahaan truk pemadam kebakaran untuk menyemprot gas melarikan diri dengan air untuk menetralisir bahan kimia. Tapi tekanan air terlalu rendah untuk mencapai puncak pipestack 120 kaki tinggi. Dey kemudian bergegas untuk mengaktifkan sebuah scrubber lubang yang seharusnya menetralisir gas kabur dengan soda kaustik. Sayangnya, scrubber telah ditutup untuk pemeliharaan lima belas hari sebelumnya. Seperti awan putih terus mencurahkan pipestack itu, Qureshi berteriak kepada pekerja untuk mengaktifkan sebuah menara suar terdekat untuk membakar gas. suar, bagaimanapun, tidak akan pergi karena pipa yang sudah berkarat dan masih sedang diperbaiki.
pekerja panik berhamburan keluar dari pabrik, dan awan mematikan diselesaikan selama kumuh tetangga Jaipraksh dan Chola. Ratusan meninggal di tempat tidur mereka, tersedak helpessly dalam kejang kekerasan sebagai paru-paru mereka terbakar berisi cairan. Ribuan orang dibutakan oleh gas kaustik, dan ribuan lainnya menderita luka bakar dan luka dalam bagian mereka hidung dan bronkial. Setelah selesai, setidaknya 2000 terbaring tewas dan 200.000 luka-luka. Sebagian besar yang tewas adalah. Penghuni liar yang membangun gubuk illegary berikutnya pabrik. Penggabungan penduduk daerah kumuh, kebanyakan dari mereka buta huruf, setelah itu menyatakan bahwa mereka telah membangun gubuk-gubuk mereka di sana karena mereka tidak memahami bahaya dan berpikir pabrik membuat sehat “obat bagi tanaman”.
Uni karbida manajer dari negara-negara bersatu membangun pabrik Bhopal pada tahun 1969 dengan restu pemerintah India, yang ingin meningkatkan produksi pestisida itu sangat diperlukan untuk meningkatkan makanan untuk populasi besar India. Selama lima belas tahun berikutnya, pepticides memungkinkan India untuk memotong iosses tahunan gandum dari 25 persen menjadi 15 persen, penghematan dari 15 juta ton biji-bijian, atau cukup untuk memberi makan 70 juta orang selama setahun penuh. Para pejabat India bersedia menerima teknologi, keterampilan, dan peralatan yang diberikan Union Carbide, dan pekerja India bersyukur untuk pekerjaan perusahaan, tanpa yang mereka harus mengemis atau kelaparan, seperti India tidak memiliki sistem kesejahteraan. Sebagai imbalannya, India yang ditawarkan perusahaan buruh murah, pajak rendah dan beberapa undang-undang membutuhkan peralatan enviomental mahal atau custly perlindungan tempat kerja. Dibandingkan dengan pabrik-pabrik lainnya di India, pabrik Union Carbide adalah considerer model, warga negara yang taat hukum dengan catatan keamanan yang baik. Kata seorang pejabat pemerintah: “mereka tidak pernah menolak untuk menginstal apa yang kita minta”.
Pada saat bencana, pabrik pestisida di Bhopal ini dioperasikan oleh Union Carbide India. Ltd, anak perusahaan dari Union Carbide Corporation of Danbury, Connecticut, yang memiliki kepentingan pengendalian 50,9 persen di perusahaan India. Dewan direksi Union Carbide India Ltd, termasuk salah satu top manager dari induk Union Carbide Corporation di Amerika Serikat dan empat manajer dari anak perusahaan lain Union Carbide, berbasis di Hongkong. Laporan dari perusahaan India teratur ditinjau oleh para manajer di Danbury, yang memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan keuangan dan teknis atas Union Carbide India Ltd, meskipun rincian sehari-hari dibiarkan para manajer India, manajer Amerika dikendalikan anggaran , menetapkan kebijakan utama dan mengeluarkan perintah teknis untuk mengoperasikan dan memelihara tanaman.
Sebelum tragedi ini, anak perusahaan India telah melakukan buruk. Dalam upaya untuk mengandung kerugian tahunan sebesar $ 4 juta dari tanaman manajer tidak menguntungkan perusahaan lokal telah intiated biaya beberapa program pemotongan. Hanya setahun sebelumnya, jumlah operator peralatan pada setiap shift telah berkurang 12-5; moral dan banyak menjatuhkan operator terbaik berhenti dan digantikan dengan pekerja yang pendidikan di bawah yang dibutuhkan oleh mauals perusahaan. Walaupun Warren Anderson dan lain Union Carbide Corporation (AS) manajer bersikeras bahwa tanggung jawab untuk operasi pabrik beristirahat dengan manajer India setempat, mereka bergegas untuk mengatakan bahwa semua tindakan pemotongan biaya telah dibenarkan.
Dua tahun sebelum bencana, para manajer Amerika telah mengirim tiga insinyur dari Amerika Serikat untuk survei pabrik dan sebagai hasilnya, telah mengatakan kepada manajer India untuk memperbaiki kekurangan sepuluh besar di peralatan keselamatan dan prosedur. Para manajer India telah menulis kembali bahwa masalah dikoreksi. “Kita tidak punya alasan untuk percaya bahwa apa yang diwakili kepada kita oleh Union Carbide India Ltd, pada kenyataannya tidak terjadi,” kata manajer AS. Para manajer AS telah dianggap gagal menutup pabrik tahun sebelumnya, namun kota offials India dan negara telah meminta bahwa perusahaan tetap terbuka untuk menjaga pekerjaan dari ribuan pekerja di pabrik dan industri lokal independen.
Quitions:
1. Apa isu-isu etis yang dikemukakan oleh kasus ini?
2. Apakah doktrin hukum “perseroan terbatas” berlaku untuk melindungi para pemegang saham Union Carbide Corporation (US)?
3. Apakah operasi India, yang sedang diawasi oleh para manajer Union Carbide Corporation (US) sesuai dengan standar hukum atau moral atau etika?
Jawab :
1. – Anderson, yang telah dipenjara sebentar oleh pemerintah India atas tuduhan “kelalaian dan tanggung jawab pidana korporasi”, telah mencurahkan semua perhatiannya terhadap masalah perusahaan menjamurnya pengumuman menyangkut rincian lengkap negotations dengan pejabat di pemerintah India: mereka telah ditolak sebagai tidak memadai sekitar $ 200 juta sebagai kompensasi atas kematian orang $ 2.000 dan luka-luka 200.000 orang lain, yang disebabkan pada bulan Desember 1984 oleh seorang beracun kebocoran gas metil isocyanate dari sebuah pabrik pestisida Union Carbide yang terletak di Bhopal, India.
- Para analis memperkirakan perusahaan akan dipaksa menjadi bangkrut. Ironisnya, serikat Garbide pabrik di Bhopal telah kehilangan uang untuk beberapa tahun dan Anderson dianggap menutupnya.
2. Berlaku. Tetapi sebelum tragedi ini, anak perusahaan India telah melakukan buruk. Dalam upaya untuk mengandung kerugian tahunan sebesar $ 4 juta dari tanaman manajer tidak menguntungkan perusahaan lokal telah intiated biaya beberapa program pemotongan.
3. Tidak, jumlah operator peralatan pada setiap shift telah berkurang 12-5; moral dan banyak menjatuhkan operator terbaik berhenti dan digantikan dengan pekerja yang pendidikan di bawah yang dibutuhkan oleh mauals perusahaan. Para manajer AS telah dianggap gagal menutup pabrik tahun sebelumnya, namun kota offials India dan negara telah meminta bahwa perusahaan tetap terbuka untuk menjaga pekerjaan dari ribuan pekerja di pabrik dan industri lokal independen.
Tugas Kelompok
Kelompok 1 “ Blopal – Union Carbide “
1. Diana Permatasari 20207326
2. Dyah Putri Arisanti 20207372
3. Galih Puspita Ratih 20207489
4. Riantono Pribadi 20207922
5. Tri Handayani 21207409
6. Unur KB. L. Pasaribu 21207286
7. Yuni Tri Hartati 21207428
Mk : Etika Profesi Akuntansi
Kelas : 4 EB 03

Penelitian Ilmiah

Judul PI : " PENGENDALIAN INTERNAL PEMBERIAN KREDIT USAHA KECIL DAN MENENGAH PADA KOPERASI CU. MELATI BEJI TIMUR, DEPOK “


1.1 Latar Belakang
Perkembangan perekonomian nasional dan perubahan lingkungan strategis yang dihadapi dunia usaha termasuk koperasi dan usaha kecil menengah saat ini sangat cepat dan dinamis. Koperasi sebagai badan usaha senantiasa harus diarahkan dan didorong untuk ikut berperan secara nyata meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan anggotanya agar mampu mengatasi kesenjangan sosial, sehingga lebih mampu berperan sebagai wadah kegiatan ekonomi rakyat.
Koperasi berperan dalam membantu permasalahan yang dihadapi usaha kecil dan menengah melalui penyaluran kredit atau membantu permodalan ke sektor usaha kecil dan menengah. Dengan peran serta koperasi terhadap usaha kecil dan menengah dalam pemberian kredit, maka usaha kecil dan menengah dapat meringankan masalah permodalannya dan dapat meningkatkan usahanya dengan kualitas yang baik dan bermutu sehingga usaha kecil dan menengah dapat membantu pertumbuhan ekonomi.
Menurut undang-undang koperasi No.25 tahun 1992 Pasal 1: “Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan”.
Salah satu unit usaha koperasi adalah memberikan kredit simpan pinjam. Pemberian kredit merupakan suatu usaha koperasi yang paling pokok, maka koperasi perlu memberikan penilaian terhadap anggota yang mengajukan kredit pinjaman serta merasa yakin bahwa anggota tersebut mampu untuk mengembalikan kredit yang telah diterimanya.
Masalah keamanan atas kredit yang diberikan merupakan masalah yang harus diperhatikan oleh koperasi, karena adanya risiko yang timbul dalam sistem pemberian kredit. Permasalahan ini bisa dihindari dengan adanya suatu pengendalian internal yang memadai dalam bidang perkreditan. Dengan kata lain diperlukan suatu pengendalian internal yang dapat menunjang efektivitas dan efisiensi sistem pemberian kredit. Dengan terselenggaranya pengendalian internal yang memadai dalam bidang perkreditan, berarti menunjukkan sikap kehati-hatian dalam tubuh koperasi untuk mengurangi risiko kegagalan kredit.
Pengendalian internal merupakan suatu proses yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dalam efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, serta kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Adanya pengendalian di koperasi, maka diharapkan seluruh aktivitas dapat berjalan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu pengendalian internal diperlukan sebagai suatu alat yang dapat membantu pimpinan dalam pengendalian aktivitas perkreditan yang akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan koperasi.
Pengendalian Internal yang diciptakan dalam suatu koperasi harus mempunyai beberapa tujuan. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, maka perlu adanya syarat-syarat tertentu untuk mencapainya, yaitu suatu struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tepat, sistem wewenang dan prosedur pembukuan yang baik untuk melakukan pengawasan akuntansi yang cukup terhadap harta milik, hutang-hutang, pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya, selain itu praktek-praktek yang sehat haruslah dijalankan dalam melakukan tugas-tugas dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi dalam tingkat kecakapan pegawai yang sesuai dengan tanggung jawab.
Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ PENGENDALIAN INTERNAL PEMBERIAN KREDIT USAHA KECIL DAN MENENGAH PADA KOPERASI CU. MELATI BEJI TIMUR, DEPOK “


1.2 Rumusan Masalah
Apakah pengendalian internal pemberian kredit yang diterapkan oleh koperasi CU. Melati telah efektif ?

1.3 Batasan Masalah
Dalam penulisan ilmiah ini supaya lebih jelas dan terarah, maka penulis perlu membatasi masalah mengenai system pengenda0lian internal pemberian kredit, dan menganalisa umur kredit pada pinjaman biasa ( PISA ) di koperasi CU. Melati.

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini dimaksudkan untuk :
A. Mengetahui pengendalian internal yang diterapkan pada koperasi CU.
Melati.
B. Mengevaluasi sistem pengendalian internal pemberian kredit yang
diterapkan di koperasi CU. Melati.

1.5 Manfaat Penulisan
A. Bagi Penulis
Penulis dapat mengetahui pengendalian internal pemberian kredit yang diterapkan oleh koperasi pada umumnya sesuai dengan praktik dan teori sehingga terciptanya keefektifan dalam menunjang efektivitas dan efisiensi sistem pemberian kredit.
B. Bagi Koperasi
Memberi masukan dalam pemberian Sistem Pengendalian Internal pemberian kredit, sehingga dengan terselenggaranya pengendalian internal pemberian kredit pada CU. Melati menunjukkan sikap kehati-hatian dalam tubuh koperasi untuk mengurangi risiko kegagalan kredit.



1.6 Metode Penelitian
A. Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah koperasi kredit CU. Melati di Beji Timur, Depok.
B. Data Penelitian
Data yang digunakan adalah penyajian dalam laporan keuangan di CU. Melati
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan penulisan ilmiah ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
a) Metode Observasi
Yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan dengan meninjau secara langsung ke objek yang akan diteliti.
b) Metode Wawancara
Pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara langsung dengan staf yang ada hubungannya dengan objek penelitian.
c) Metode Dokumentasi
Yaitu pengambilan data dari setiap arsip atau dokumen yang terdapat pada koperasi kredit CU. Melati.
d) Metode Hipotesa
Yaitu penjelasan teoretis yang merupakan dugaan atas hasil observasi dan pengukuran.
D. Alat Analisis Yang Digunakan
Dalam penulisan ilmiah ini, penulis menggunakan alat analisis berupa perhitungan umur piutang selama 2 tahun pada tahun 2008 dan tahun 2009

Langkah - langkah Menjadi Auditor

Berdasarkan kelompok atau pelaksana audit, auditor dibagi 3 jenis yaitu:

1) Auditor ekstern/independent bekerja untuk kantor akuntan publik yang statusnya diluar struktur perusahaan yang mereka audit. Pada umumnya, auditor ekstern menghasilkan Laporan Hasil Audit atas Laporan Keuangan.

2) Auditor intern bekerja untuk perusahaan yang mereka audit. Laporan Hasil Audit Operasional/Manajemen umumnya berguna bagi manajemen perusahaan yang diaudit dalam melakukan perbaikan kinerja perusahaan. Oleh karena itu tugas internal auditor biasanya adalah audit operasional/manajemen.

3) Auditor Pemerintah yaitu auditor yang bekerja untuk kepentingan pemerintah, misalnya di bidang perpajakan atau audit terhadap dana-dana yang bersumber dari pemerintah.

Seorang auditor dikatakan profesional jika dalam bekerja selalu berpedoman pada Standar Audit. Dalam standar umum khususnya disebutkan bahwa auditor harus ahli, trampil dan mempunyai kehati-hatian profesional serta tidak memihak yang pada akhirnya akan merugikan salah satu pihak yang berkepentingan. Auditor yang profesional akan merencanakan audit sebaik-baiknya, mempertimbangkan risiko yang timbul dan melakukan pengumpulan serta pengujian bukti secara cermat. Jika seluruh proses dilalui sesuai dengan standar, maka hampir dapat dipastikan bahwa Laporan Hasil Audit yang dihasilkan akan dapat dipertanggungjawabkan secara profesi.

Tentu saja untuk menjadi seorang auditor profesional tidak seperti membalikan telapak tangan, tetapi melalui proses yang panjang dan berkelanjutan.
Saran berikut ini diharapkan dapat menjadikan seseorang dapat menjadi auditor yang profesional:

1) Memupuk sejak dini sifat/sikap positif, seperti jujur, rasa ingin tahu yang tinggi, tidak cepat merasa puas dan etika yang tinggi.

2) Pendidikan formal berkelanjutan, terutama untuk mendapatkan konsep-konsep dasar akuntansi dan auditing.

3) Pendidikan dan latihan profesi berkelanjutan untuk memperoleh sertifikat auditor dan mengembangkan kemampuan teknis dan komunikasi serta pengetahuan mengenai isu terkini di bidang akuntansi dan auditing